.....WeLcOmE,to BaNgkiT's bLoG..... [please EnJoY]

Minggu, 19 April 2009

Dampak Pemanasan Global


Dampak
Perubahan Iklim bagi Indonesia

Perubahan
iklim pada kenyataannya sangat berdampak terhadap kelangsungan hidup umat manusia.
Dampak ekstrem dari perubahan iklim terutama adalah terjadinya kenaikan temperatur
serta pergeseran musim. Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub
Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massa
air laut dan kenaikan permukaan air laut. Berbagai kerugian yang telah dan akan
dirasakan oleh masyarakat Indonesia sebagai akibat dampak perubahan iklim
adalah sebagai berikut:

1.
Kenaikan Temperatur dan Berubahnya Musim

Di Indonesia
sendiri telah terjadi peningkatan suhu udara sebesar 0,3°C sejak tahun 1990.
Sementara di tahun 1998, suhu udara mencapai titik tertinggi, yaitu sekitar 1°C
di atas suhu rata-rata tahun 1961-1990 (M. Hulme, 1999).

Dampak lain
yang diperkirakan terjadi akibat perubahan iklim adalah tak menentunya pola curah
hujan. Di beberapa tempat curah hujan meningkat, yang kemudian akan berdampak
pada terjadinya banjir dan longsor. Sementara di sebagian tempat lain curah
hujan menurun, sehingga berdampak pada terjadinya kekeringan.

2. Naiknya
Permukaan Air Laut

Sebagai
dampak naiknya permukaan air laut, maka banyak pulau-pulau kecil dan daerah
landai di Indonesia akan hilang. Apabila 'skenario' IPCC terjadi, diperkirakan Indonesia
akan kehilangan 2.000 pulau. Hal ini tentunya akan menyebabkan mundurnya garis
pantai di sebagian besar wilayah Indonesia. Akibatnya, bila ditarik garis batas
12 mil laut dari garis pantai, maka sudah tentu luas wilayah Indonesia akan
berkurang.

Masyarakat
nelayan yang bertempat tinggal di sepanjang pantai akan semakin terdesak.
Mereka bahkan kehilangan tempat tinggal serta infrastruktur pendukung yang
telah terbangun. Nelayan juga akan kehilangan mata pencahariannya akibat
berkurangnya jumlah tangkapan ikan. Hal ini disebabkan karena tak menentunya
iklim sehingga menyulitkan mereka untuk melaut. Kenaikan air laut akan
memperburuk kualitas air tanah di perkotaan, karena intrusi atau perembesan air
laut yang kian meluas.

Kenaikan muka
air laut juga akan merusak ekosistem hutan bakau, serta merubah sifat biofisik
dan biokimia di zona pesisir. Adapun daerah-daerah pesisir yang termasuk rawan
akan dampak kenaikan muka air laut antara lain sebagai berikut:

a. Pantai utara Jawa, termasuk kota-kota
besar seperti Jakarta, Semarang

dan Surabaya.
Antara tahun 1925 -1989, kenaikan permukaan air laut telah

terjadi di
Jakarta (4,38 mm/tahun), Semarang (9,27 mm/tahun) dan Surabaya

(5,47
mm/Tahun).

b. Pantai timur Sumatera.

c. Pantai selatan, timur dan barat
Kalimantan.

d. Pantai barat Sulawesi.

e. Daerah rawa di Irian Jaya yang terletak
di pantai barat dan selatan.

Di beberapa
Daerah Aliran Sungai (DAS), akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut
yang makin tajam. Akibatnya, kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan akan
semakin terasa. Hal ini akan semakin parah apabila daya tampung sungai dan waduk
tidak terpelihara akibat erosi dan sedimentasi.

3.
Dampaknya pada Sektor Perikanan

Pemanasan
global menyebabkan memanasnya air laut, sebesar 2-3°C. Akibatnya, alga yang
merupakan sumber makanan terumbu karang akan mati karena tidak mampu
beradaptasi dengan peningkatan suhu air laut. Hal ini berdampak pada menipisnya
ketersediaan makanan terumbu karang. Akhirnya, terumbu karang pun akan berubah
warna menjadi putih dan mati (coral bleaching).

Peristiwa El
Nino, biasa juga disebut ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang terjadi
setiap 2-13 tahun sekali, pada tahun 1997-1998 menyebabkan naiknya suhu air laut
sehingga memicu peristiwa pemutihan karang terluas. Setelah El Nino berlalu,
terumbu karang yang rusak punya kesempatan untuk tumbuh kembali.

Pemutihan
karang menyebabkan punahnya berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomi
tinggi (contohnya, ikan kerapu macan, kerapu sunu, napoleon dan lainlain) karena
tak ada lagi terumbu karang yang layak untuk dihuni dan berfungsi sebagai
sumber makanan.

Padahal Indonesia mempunyai lebih dari 1.650 jenis ikan karang,
itupun hanya yang terdapat di wilayah Indonesia bagian timur saja belum terhitung
yang berada wilayah lainnya.

Akibat lebih
jauh adalah terjadinya perubahan komposisi ikan di laut Indonesia. Ikan yang
tak tergantung pada terumbu karang akan tumbuh dengan suburnya. Contohnya, ikan
belanak, bandeng, tenggiri dan teri, padahal ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis
yg lebih rendah daripada jenis ikan karang.

Tak hanya
itu, memanasnya air laut akan mengganggu kehidupan jenis ikan tertentu yang
sensitif terhadap naiknya suhu. Ini mengakibatkan terjadinya migrasi ikan ke
daerah yang lebih dingin. Akhirnya, Indonesia akan kehilangan beberapa jenis
ikan. Akibatnya, nelayan lokal akan makin
terpuruk karena menurunnya hasil tangkapan ikan.

4.
Dampaknya pada Sektor Kehutanan

Diperkirakan
akan terjadi pergantian beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di dalam
hutan sebagai akibat perubahan iklim. Beberapa spesies akan terancam punah
karena tak mampu beradaptasi. Sebaliknya spesies yang mampu bertahan akan
berkembang tak terkendali (KLH, 1998).

Kebakaran
hutan bersumber pada tiga hal, yaitu kesengajaan manusia, kelalaian manusia dan
karena faktor alam. Kebakaran hutan yang kita bahas pada bagian ini adalah yang
disebabkan oleh faktor alam.

Kebakaran
hutan yang disebabkan oleh faktor alam, umumnya disebabkan oleh terjadinya
peningkatan suhu udara di lingkungan sekitar hutan. Peningkatan suhu yang
terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti musim kemarau panjang, mengakibatkan
mudah terbakarnya ranting-ranting atau daundaun akibat gesekan yang ditimbulkan.
Hal ini menyebabkan kebakaran hutan dapat terjadi dalam waktu singkat dimana
api melahap sekian hektar luasan hutan dan berbagai macam keanekaragaman hayati
yang berada di dalamnya. Singkat kata, peningkatan suhu meningkatkan peluang
terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu perubahan iklim yang berdampak pada
meningkatnya suhu, dipastikan akan meningkatkan potensi kebakaran hutan.

Selain
hilangnya sejumlah kawasan hutan, kebakaran hutan juga menyebabkan hilangnya
berbagai keanekaragaman hayati, terutama yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Belum lagi dampak sosial dan kesehatan yang ditimbulkan bagi masyarakat
setempat.

5.
Dampaknya pada Sektor Pertanian

Perubahan
iklim yang berdampak pada tingginya intensitas hujan dalam periode yang pendek
akan menimbulkan banjir yang kemudian menyebabkan produksi padi menurun karena
sawah terendam air.

Curah hujan
yang tinggi akan menyebabkan tanah longsor, akibatnya hasil dari tanaman
dataran tinggi akan menurun. Produksi kacang kedelai misalnya, akan turun
sebanyak 20%, sementara jagung sebanyak 40%, dan padi 2,5% (ADB, 1994).

Perubahan
iklim tak hanya menyebabkan banjir tetapi juga kekeringan. Sebagaimana halnya
banjir, kekeringan membawa kerugian yang serupa pada sektor pertanian.

Ditambah
dengan peristiwa El Nino dan La Nina kondisi ketersediaan pangan di Indonesia
akan semakin buruk.

6.
Dampaknya pada Sektor Kesehatan

Naiknya suhu
udara yang menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek. Dampaknya, nyamuk
malaria dan demam berdarah akan berkembangbiak lebih cepat.

Balita,
anak-anak dan usia lanjut sangat rentan terhadap perubahan iklim. Terbukti
tingginya angka kematian yang disebabkan oleh malaria sebesar 1-3 juta
pertahun, dimana 80% nya adalah balita dan anak-anak (WHO, 1997).

Selain itu,
kebakaran hutan juga menghasilkan kualitas udara yang buruk dan menurunkan derajat
kesehatan penduduk di sekitar lokasi.

Intensitas
hujan yang tinggi dengan periode yang singkat akan menyebabkan bencana banjir.
Jika terjadi banjir maka akan mengkontaminasi persediaan air bersih. Pada akhirnya
perubahan iklim juga berdampak pada mewabahnya penyakit seperti diare dan
leptospirosis yang biasanya muncul pasca banjir.

Sementara
kemarau panjang juga berdampak pada timbulnya krisis air bersih. Sehingga juga
berdampak pada wabah penyakit diare dan juga penyakit kulit.

7. Dampak
Sosial dan Ekonomi

Tahun 2000,
Indonesia telah mengalami 33 kejadian banjir, kebakaran hutan, kemarau, dan 6
bencana angin topan. Itu semua telah membawa kerugian sebesar $150 milyar dan
690 nyawa hilang (Kompas, 7 Maret 2001). Sementara dunia sendiri mengalami
kerugian sebesar $300 milyar tiap tahunnya akibat dampak perubahan iklim (UNEP,
2001).

Kerugian yang
akan dialami Indonesia jika terjadi kenaikan muka air laut setinggi 60 cm
adalah sebesar $11.307 juta pertahunnya. Kerugian itu terdiri dari menyusutnya
lahan persawahan, sawah pasang surut dan perkebunan, tambak ikan, bangunan dan
hutan bakau (Rozari, 1992).

Sementara
kerugian Indonesia di sektor pertanian akibat perubahan iklim diperkirakan
sebesar 23 milyar rupiah per tahunnya. Sementara sektor pariwisata akan
mengalami kerugian sebesar 4 milyar rupiah per tahun (ALGAS, 1997). Berdasarkan
sumber yang sama, perbaikan infrastruktur pesisir akan memerlukan dana 42
milyar rupiah setiap tahunnya. Di sektor
kehutanan, Indonesia mengalami kerugian akibat kebakaran hutan sebesar 5,96
trilyun rupiah atau 70% dari Pendapatan Domestik Bruto sektor kehutanan (KLH,
1998). Hal tersebut terdiri atas hilangnya persediaan air, gangguan hidrologi, pengendalian
erosi, siklus hara, penguraian limbah, hilangnya penyerapan karbon, hilangnya
keanekaragaman hayati dan lain-lain.

Kebakaran
hutan tahun 1997, telah menghabiskan biaya kesehatan lebih dari 1,2 trilyun
rupiah termasuk 2,5 juta hari kerja yang hilang (KLH, 1998). Sementara total kerugian
ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1997-1998 diperkirakan
mencapai US$ 9,3 milyar (Bappenas, 2000).

Selain
kerugian secara finansial, kebakaran hutan juga memberikan dampak sosial terhadap masyarakat setempat. Hilangnya
mata pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan merupakan derita yang harus
ditanggung oleh penduduk setempat (KLH, 1998).



0 komentar:

Posting Komentar